Rekam Jejak Peninggalan Kuno Raja Gula Asia Tenggara Oei Tiong Ham
Istana Pamularsih Berlantai Mamer Timah, Tempat Pantau Kapal Dagang Berlabuh
SEMARANG, generasipiknik.com – Kesohoran taipan terkaya se Asia Tenggara atau Raja Gula dari Semarang Oei Tiong Ham sampai mendunia, bahkan di negara tetangga, Singapura, berdiri gedung megah dan nama jalan raya di Singapura sesuai namanya. Ironis, tak seperti di Semarang, hanya sedikit bangunan kuno peninggalannya yang tersisa.
Orang awam banyak menyebut jika Bernic Castle atau istana Oei Tiong Ham menjadi satu-satunya primadona terkenal peninggalan sang taipan. Namun ada satu bangunan tua lebih bersejarah sebagai asal mula berdirinya dinasti Oei Tiong Ham.
Jika sedikit menelaah perjalanan hidupnya, ada beberapa bangunan peninggalan lainnya yang lebih tua sebelum Bernic Castle, adalah bangunan kuno terletak di daerah Bongsari Jalan Pamularsih Dalam I, sebuah bangunan berlantai dua yang kokoh berdiri ditopang oleh pondasi beton khas jaman dahulu. Peminat sejarah biasa menyebut Istana Pamularsih.
Menurut budayawan Tionghwa Jongkie Tyo, bangunan tersebut sebenarnya memiliki andil sejarah kesuksesan Oei Tiong Ham dalam menguasai bisnis perdagangan di Asia Tenggara bahkan Eropa.
“Itu gedung milik ayah Oei Tiong Ham, dulu satu area dengan Klenteng Sam Phoo Kong, dia kecil sampai besar ada disana. Setelah mewarisi kesuksesan ayahnya, gedung itu digunakan sebagai tempat memantau kapal-kapal dagang miliknya saat bersandar dan bongkar muat di pesisir pantai Semarang atau Pelabuhan Semarang,” katanya.
Ia menceritakan, Oei Tiong Ham menjadi semakin kaya di Semarang dengan berbagai bisnisnya mulai dari perdagangan, perkebunan, farmasi, gula, serta candu. Dia juga terkenal membuka lahan baru untuk perumahan, terutama di Jalan Gajahmada, Pandanaran dan Jalan Gergaji. Perumahan itulah yang sekarang menjadi lanskap jalan protokol yang ada di Semarang.
“Sekitar abad 18 kala itu, ada beberapa taipan Semarang seperti Tasripin warga pribumi, Johanes keturunan Yahudi, dan Oei Tjie Sien keturunan tionghwa. Nah itu Istana Pamularsih sampai Klenteng Sam Phoo Kong awalnya milik Johanes lalu dibeli oleh Oei Tjie Sien ayahnya Oei Tiong Ham,” katanya.
Sehingga secara arsitek bangunan, Jongkie mengatakan struktur bangunan Istana Pamularsih aneh, milik orang tiong hwa namun tak ada ciri khas rumah kebanyakan tiong hwa. “ Ya karena itu yang buat awalnya milik Johanes dan dibeli oleh ayahnya Oei Tiong Ham,” ujarnya.
Dia juga menceritakan, pernah memasuki Istana Pamularsih, dimana semua peralatan lenkap dan unik, lantai marmer merah yang mengkilap dan lantai kayu yang ada di lantai dua dilapisi dengan timah.
“Jika berada diatas maka pemandangan akan indah sekali, itu dipakai Oei Tiong Ham untuk memantau dan melihat kapal dagangnya keluar masuk Pelabuhan Semarang,” katanya.
Namun, sejarah tinggalah nama besar saja, bangunan kuno sarat jejak sejarah itu kini semakin renta dengan tidak terawat. Hal ini disebabkan adanya penyitaan aset Oei Tiong Ham yang ada di Nusantara di tahun 1961, termasuk tanah dan bangunan yang ada di Semarang.
“Memprihatinkan, pengambilalihan aset menjadikan gedung itu tak terawat bahkan tak diketahui siapa pemiliknya. Saya saat itu tahun 1970 memotret, namun diusir dan ditanya surat ijin motret dari Koramil ada apa tidak, ya yang ambil alih itu militer dipakai sebagai barak militer dan asrama militer,” ujarnya.
Namun, sekarang bangunan berukuran kira-kira 15 x 20 meter tersebut kini terlihat kumuh. Pilar-pilar besar masih kokoh menyangga namun dibagian Selatan sudah roboh. Kini di dalam bangunan telah disekat menjadi beberapa ruang tinggal oleh sekitar sembilan kepala keluarga (KK).
Saliman (50) salah satu penguni Istana Pamularsih mengaku menempati bangunan itu sejak kecil saat ayahnya menjadi tentara dan mendapat jatah asrama dibangunan itu. Sekarang ia tinggal di dalam Istana Pamularsih dengan berbagi sekat ruang diantara penghuni lainnya.
“Disini semua anak atau cucu dari tentara yang dulu menghuni, ada sembilan KK. Kalau di barak depan yang dulu gudang ada sekitar 50 penghuni, juga anak dan cucu dari tentara,” katanya.
Selama menempati bangunan ia hanya dibebankan membayar listrik saja. Urusan merawat bangunan ia swadaya seadanya dengan warga lainnya. Ia mengaku jika struktur banguna Istana Pamularsih sangat istimewa. Mulai dari atap kayu yang kokoh, pondasi yang beaar sampai lantai yang mengkilap.
“Ini kalau hujan lantainya akan mengkilap jika dipel, atap juga kokoh, namun karena lama kena hujan dan bocor akhirnya ada yang lapuk. Bagian Selatan sudah roboh. Setahu saya bangunan ini tak ada yang merawat dan saya hanya menempati secara turun temurun,” tukasnya. (win)